Jakarta – Wakil Ketua MPR-RI yang juga anggota Komisi Hukum DPR-RI, Arsul Sani, merespon pandangan kritis dua pemerhati hukum tata negara, yakni Refly Harun dan Margarito Kamis, terkait putusan PTUN Jakarta yang mengabulkan gugatan TUN Fadel Muhammad atas penggantian dirinya sebagai Wakil Ketua MPR RI dari unsur DPD. Keduanya melihat bahwa putusan PTUN Jakarta tersebut membahayakan sistem ketatanegaraan karena sebuah putusan lembaga negara seperti DPD, DPR atau MPR nantinya dengan mudah dibatalkan oleh PTUN.
Meskipun menghormati pandangan kedua pemerhati HTN tsb, namun Arsul Sani tidak sependapat dengan mereka. Menurutnya, terlalu prematur untuk membuat kesimpukan spt yg disampaikan mereka, karena putusan PTUN Jakarta dimaksud baru putusan tingkat pertama yang bisa jadi belum berkekuatan tetap jika Ketua DPD mengajukan banding. Yang kedua, menurut Arsul, dulu juga ada putusan TUN terkait pengangkatan dua hakim MK dari unsur Pemerintah pd zaman Presiden SBY, yakni Prof. Maria Farida 8
Indrati dan Patrialis Akbar, yg dibatalkan oleh PTUN kemudian dikoreksi oleh MA-RI. Jadi Arsul berpendapat biarkan pertimbangan hukum putusan PTUN Jakarta itu diuji pada tingkat banding dan kasasi dan kita tidak terburu2 menilai bahwa sistem ketatanegaraan kita ada dlm bahaya krn pembatalan surat Ketua DPD RI terkait dengan penggantian Fadel Muhammad tsb sbg Wakil Ketua MPR dr unsur DPD.
Bagi Arsul, perdebatan apakah surat Ketua DPD tersebut murni atau tidak murni bersifat konkret dan individual, biarlah itu menjadi bahan perdebatan hukum di ranah banding dan kasasi. Menurutnya, tidak pas jika pimpinan MPR turut mengomentari materi perkara.