Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Tapi tidak sedikit yang memberikan julukan “Tabungan Perampokan Rakyat”. Kenapa hal tersebut bisa terjadi, sedemikian ramai di media sosial tentang isu ini.
Badan Pengelola Tapera ini semacam, atau mirip-mirip dengan badan lain juga, seperti BPJS, BPKH dll. Dimana alur kerja nya kurang lebih seperti ini.
Badan Pengelola (BP) mengumpulkan uang dari rakyat, kemudian uang itu di investasikan, hasil dari invesatasi tersebut dikembalikan kepada peserta iuran dalam bentuk kemudahan pengajua kepemilikan rumah. Kurang lebih gampangnya seperti itu. Tapi tentu tidak segampang itu untuk punya rumah, ada alur berliku apalagi kasus-kasus dimasa lalu yang membuat masyarakat hilang percaya terhadap lembaga-lembaga pengumpul uang semacam ini.
Ramai media sosial memberitakan rencana pemerintah memotong gaji karyawan sebesar 3 persen. Rencana pemerintah tersebut katanya untuk program perumahan rakyat. Tabungan Perumahan Rakyat.
Perhitungan 3 persen itu, menjadi tanda tanya. Bagaimana cara kerja kebijakan tersebut, bagaimana dampak dari program tersebut, masuk akal kah, atau hanya akal-akalan semata untuk mengeruk uang rakyat.
Jika secara hitung-hitungan angka 3 persen itu, akan terkumpul sebesar kurang lebih 197 triliun dalam setahun. angka tersebut berasal dari, menurut data BPS angka tenaga kerja per 2024 sebanyak 150 juta pekerja.
Misalkan UMR terendah adalah Rp. 2.038.005, 3 persen dari UMR tersebut adalah Rp.109.437.Itu jika dengan perhitungan uang gaji yang di dapat adalah ukuran UMR terendah. 3% x jumlah pekerja, hasilnya kurang lebih 197 triliunan. Itu uang pekerja semua.
Program ini menurut kacamata Presiden Jokowi, akan dirsakan manfaatkanya setelah berjalan. Tapi warga masyarakat juga bertanya, begitu banyak kasus korupsi yang terjadi di lembaga-lembaga pengumpul uang seperti itu. Misal, kasus jiwasraya, Asabri dan kasus-kasus lainnya yang merugikan peserta iuran.