Jakarta – suararakyatnews.co Ramai di media sosial isu pemilu proporsional. Perbincangan politik di media sosial sedang ramai membahas tentang isu pemilu tertutup. Dimana jika hal tersebut resmi di ketok MK, maka pada pemilu mendatang para pemilih hanya memilih lambang partainya saja. Para calon tidak diikutsertakan dalam gambar atau surat suara pencoblosan.
Jika pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup. itu artinya, kedaulatan dimiliki partai, partai berhak menentukan siapa saja yang bisa duduk di parlemen, bisa “mewakili rakyat”.
Sistem proporsional tertutup memiliki karakteristik pada konsep kedaulatan parpol. Parpol memiliki kedaulatan menentukan kadernya duduk di lembaga perwakilan melalui serangkaian proses pendidikan dan rekrutmen politik yang dilakukan secara demokratis sebagai amanat UU Parpol.
Namun bagaimana jika yang terjadi adalah praktek-praktek yang mengarah pada jual beli jabatan atau kursi, tentu pertanyaan tersebut harus menjadi perhatian. agar celah korupsi tidak semakin nyata melalui praktek-praktek dialektika politik.
Awal mula ramainya media sosial membahas isu tersebut, karena kicauan mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana. Dilansir dari media online Cnbcindonesia.com
“Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting,” ujar Denny seperti dikutip dari akun Twitter pribadinya.
Lantas, siapa sumber informasi yang disebut Denny penting tersebut? Ia enggan menjelaskannya. Yang pasti, orang itu sangat dipercaya kredibilitasnya.
“Yang pasti bukan Hakim Konstitusi. Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif,” kata Denny.
Mantan Presiden RI Ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono menanggapi cuitan Denny tersebut, bebarapa hal yang menjadi isi cuitan SBY adalah pertanyaan-pertanyaan.
Jika yang disampaikan Prof Denny Indrayana “reliable”, bahwa MK akan menetapkan Sistem Proporsional Tertutup, dan bukan Sistem Proporsional Terbuka seperti yang berlaku saat ini, maka hal ini akan menjadi isu besar dalam dunia politik di Indonesia *SBY,” tulis SBY.
SBY lantas menyampaikan tiga pertanyaan kepada MK berkaitan dengan sistem pemilu yang hendak diputuskan MK.
a. Apakah ada kegentingan & kedaruratan sehingga sistem pemilu diganti ketika proses pemilu sudah dimulai? SBY mengingatkan DCS (Daftar Caleg Sementara) baru saja diserahkan kepada KPU.
“Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan “chaos” politik *SBY*,” tulisnya.
b. Benarkah UU Sistem Pemilu Terbuka bertentangan dengan konstitusi? Menurut SBY, sesuai konstitusi, domain & wewenang MK adalah menilai apakah sebuah UU bertentangan dengan konstitusi, & bukan menetapkan UU mana yang paling tepat ~ Sistem Pemilu Tertutup atau Terbuka.
“Kalau MK tidak memiliki argumentasi kuat bahwa Sistem Pemilu Terbuka bertentangan dengan konstitusi sehingga diganti menjadi Tertutup, mayoritas rakyat akan sulit menerimanya. Ingat, semua lembaga negara termasuk Presiden, DPR & MK harus sama-sama akuntabel di hadapan rakyat *SBY*,” tulis SBY.
c. Sesungguhnya penetapan UU tentang sistem pemilu berada di tangan Presiden & DPR, bukan di tangan MK. Mestinya, kata SBY, Presiden & DPR punya suara tentang hal ini.
“Mayoritas partai politik telah sampaikan sikap menolak pengubahan sistem terbuka menjadi tertutup. Ini mesti didengar *SBY*,” tulisnya.
Lebih lanjut, SBY yakin, dalam menyusun DCS, Parpol & Caleg berasumsi sistem pemilu tidak diubah, tetap sistem terbuka. Kalau di tengah jalan diubah oleh MK, menjadi persoalan serius.
“KPU & Parpol harus siap kelola “krisis” ini. Semoga tidak ganggu pelaksanaan pemilu 2024. Kasihan rakyat *SBY*” tulis SBY.
“Pandangan saya, untuk pemilu 2024 tetap menggunakan Sistem Proporsional Terbuka. Setelah pemilu 2024, Presiden & DPR duduk bersama untuk menelaah sistem pemilu yang berlaku, untuk kemungkinan disempurnakan menjadi sistem yang lebih baik. Dengarkan pula suara rakyat *SBY*.”
Di sisi lain, Juru Bicara MK Fajar Laksono mengaku belum tahu ada informasi yang menyebut hasil putusan sidang gugatan terkait UU Pemilu akan membuat sistem pemilu kembali proporsional tertutup. Pun soal adanya dissenting opinion, Fajar menjawab serupa.
“Saya belum tahu. (Soal dissenting opinion) Saya nggak tahu juga,” ujar Fajar seperti dilansir detik.com.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD juga berkicau menanggapi informasi yang disampaikan Denny. Menurut dia, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan.
“Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah,” kata Mahfud seperti dikutip dari akun Twitter pribadinya.
“Putusan MK itu menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan, tapi harus terbuka luas setelah diputuskan dengan pengetokan palu vonis di sidang resmi dan terbuka. Saya yang mantan ketua MK saja tak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis MK yang belum dibacakan sebagai vonis resmi. MK harus selidiki sumber informasinya.”
Sebagaimana diketahui, dalam sidang terakhir pada Selasa (25/5/2023) kemarin, MK menegaskan sidang pemeriksaan judicial review soal sistem pemilu sudah selesai dilaksanakan. Dalam waktu dekat, MK akan memutuskan nasib sistem pemilu 2024, apakah proporsional terbuka, proporsional tertutup atau menggunakan model baru/campuran.
“Ini adalah sidang terakhir,” kata Wakil Ketua MK, Saldi Isra saat sidang.
MK menghormati para pihak yang ingin mengajukan ahli untuk diperdengarkan keterangannya saat sidang. Namun karena waktunya melewati batas waktu, maka terpaksa tidak bisa dihadirkan ke persidangan.
MK memberikan alternatif untuk menuangkan pendapatnya secara tertulis.
“Kalau masih ada keberatan, silakan masukan ke kesimpulan, kami yang akan menilai keberatan itu,” ujar Saldi Isra.
MK menegaskan pihaknya tidak menunda-nunda permohonan itu.
“Ini perlu penegasan-penegasan karena kita akan menyelesaikan permohonan ini. Jadi jangan dituduh juga MK menunda,” tegas Saldi Isra.