Jakarta- PPUU DPD RI lanjutkan pembahasan materi RUU Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dengan BSSN dan BRIN. Penyusunan RUU tentang Pemerintahan Digital ini juga dimaksudkan sebagai lanjutan dari RUU tentang Pelayanan Publik yang telah disusun oleh Panita Perancang Undang Undang (PPUU DPD RI).
“Berbicara tentang Pemerintahan Digital, kita tidak bisa lepas dari perkembangan teknologi. Khususnya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang merupakan salah satu faktor pengungkit perubahan besar di seluruh dunia atau global megatrends,” ungkap Ketua PPUU DPD RI Badikenita Sitepu membuka rapat yang diselenggarakan secara fisik dan virtual tersebut di Gedung DPD RI, Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (30/3/22).
Dari sejumlah rapat kerja dan kunjungan kerja, PPUU DPD RI memperoleh sejumlah masukan terkait rencana materi muatan yang akan dikandung dalam RUU. Setidak-tidaknya akan memuat pengaturan tentang kelembagaan dalam pemerintahan digital, penyelenggaraan dan pengelolaan pemerintahan digital, infrastruktur teknologi, sumber daya manusia, data, kepemimpinan (digital leadership), otentifikasi dokumen, keamanan sistem, sustainability system dan aplikasi, sistem pembayaran, anggaran, hubungan kewenangan pusat dan daerah, audit TIK, percepatan pemerintahan digital, dan pemantauan dan evaluasi pemerintahan digital.
“Badan Siber dan Sandi Negera (BSSN), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Lembaga Nasional Single Window (LNSW) kami undang pada hari ini untuk dapat memberikan gambaran tentang perkembangan transformasi digital di dalam pelaksanaan penyelengaraan pemerintahan, keamanan data atau lebih spesifiknya keamanan digital,” jelas Senator Sumatera Utara itu.
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian memaparkan bahwa sesuai UUD 1945 dan sesuai amanat Presiden Joko Widodo mengingatkan harus siaga menghadapi ancaman kejahatan siber, termasuk kejahatan penyalahgunaan data. Data adalah jenis kekayaan baru bangsa kita, kini data lebih berharga dari minyak. Dalam bidang pertahanan keamanan, kita juga harus tanggap dan siap menghadapi perang siber.
“BSSN hadir karena mengamankan ruang ini, yaitu Cyber Space (ruang siber) nasional kita yang terhubung dengan teknologi informasi dan komunikasi dan jaringan internet, sehingga membentuk suatu sistem elektronika yang dapat digunakan sebagai ruang atau domain untuk menciptakan kondisi strategis yang menguntungkan suatu negara di seluruh aspek IPOLEKSOSBUDHANKAM,” ungkap Hinsa Siburian.
BSSN menjelaskan bahwa jika dibutuhkan regulasi setingkat UU, sebaiknya yang mampu mengakomodasi transformasi digital (digitalisasi) secara nasional, tidak hanya di pemerintahan. Juga dibutuhkan regulasi setingkat UU yang mampu mengakomodasi tata kelola keamanan siber dan sandi secara inklusif (multi-stakeholder).
Pada forum rapat tersebut, mewakili Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Deputi Bidang Pemanfaatan Riset dan Inovasi Mego Pinandito mengungkapkan setelah sekitar dua dekade perkembangan pemerintahan digital di Indonesia, regulasi nasional yang mengatur kelembagaan dan teknis operasionalisasinya, belum tersedia dengan baik. Sejumlah peraturan tersebut, dalam praktiknya hanya mampu mendorong pertumbuhan jumlah website resmi lembaga pemerintah, baik di pusat maupun daerah. Regulasi yang ada tidak mampu mendorong pelembagaan pemerintahan digital secara terintegrasi dan menjangkau kawasan pinggiran.
“Saat ini belum ada produk hukum/regulasi yang sifatnya strategis yang mengatur pemerintahan digital secara rinci. Meski sejauh ini sudah ada UU ITE No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi, PP No 82/2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, Perpres No 74/2017 tentang Peta Jalan E-commerce, dan PP No 80/2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik,” kata Mego.
Kepala Lembaga Nasional Single Window (LNSW) Mochammad Agus Rofiudin menambahkan bahwa peran LNSW dalam perdagangan internasional dan nasional secara terintegrasi/kolaborasi. Kepentingan nasional untuk mendorong kinerja pelayanan ekspor impor dan penyelesaian permasalahan arus barang. Indonesia National Single Window (INSW) adalah integrasi sistem secara nasional yang memungkinkan dilakukannya penyampaian data dan informasi secara tunggal, pemrosesan data dan informasi secara tunggal dan sinkron dan penyampaian keputusan secara tunggal untuk pemberian izin kepabeanan dan pengeluaran barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Ide besarnya Single Window biasanya dihubungkan dengan Trade Facilitation, yaitu upaya masif untuk menyederhanakan, memodernisasi dan mengharmonisasi proses yang umumnya dilakukan oleh kementerian dan lembaga ekspor dan impor. Harapannya para pelaku usaha membutuhkan interaksi yang sederhana dan terintegrasi dengan satu pemerintah saja atau single poin of entry, karena saat ini masih mengajukan berulang ke 18 K/L terkait,” tukasnya. (mas)