Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahpud MD mengatakan terkait penetapan Johnny G Plate sebagai tersangka adalah murni proses hukum dan tidak ada kaitannya dengan politik Pemilu 2024.
“Penydikan ini sudah dimulai Juni 2022 karena Maret sudah minta perpanjangan, sudah diperpanjang kok sampai April, enggak bener, ditinjau Mei kok enggak bener. Juni, lalu dimulai penyelidikan dan sekarang ini proses hukum terus berjalan. Jadi, tak ada kaitannya dengan pemilu, dengan calon pilpres atau apa pun,” kata Mahpud MD usai bertemu Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Keperesidenan, Jakarta, Senin.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Johnny G Plate sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Base Transceiver Station (BTS) dimana ketika itu Johnny menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) periode 2019-2023.
Menurut Mahpud hal ini merupakan kasus hukum dan ada undang-undangnya tidak ada kaitannya dengan politisasi terkait Pemilu 2024. Dalam kasus ini negara diduga mengalami kerugian hingga Rp8 triliun.
“Ini sama sekali tidak ada kaitan dengan politisisasi. Itu soal uang negara dan ada undang-undangnya, dan Kejaksaan Agung juga ini sudah kami dorong agar ini diselesaikan sebagai masalah hukum semata-mata,” kata Mahfud.
Presiden Jokowi telah menunjuk Mahpud MD menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Menkominfo sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 41/P Tahun 2023 mengenai Pemberhentian dan Penunjukan Pelaksana Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab Menteri Komunikasi dan Informatika Kabinet Indonesia Maju Periode Tahun 2019-2024.
Dalam pertemuan dengan Jokowi, Mahfud melaporkan terkait proyek BTS di Kemkominfo yang sudah direncakan dan berlangsung sejak 2006. Sejak tahun tersebut hingga 2019, proyek tersebut berjalan lancar dan baik.
Namun, kata Mahfud, masalah muncul pada tahun anggaran 2020-2021 dengan pengadaan proyek BTS senilai Rp28 triliun.
“Pada bulan Desember, ketika laporan harus disampaikan dan penggunaan dana itu harus dipertanggungjawabkan, ternyata sampai Desember tahun 2021 barangnya enggak ada, BTS-nya itu, tower-tower-nya itu tidak ada,” jelas Mahfud.
Kemudian, dengan alasan pandemi COVID-19, lanjutnya, pengguna anggaran meminta perpanjangan waktu, padahal anggaran BTS sudah cair pada tahun 2020-2021.
“Seharusnya, itu tidak boleh secara hukum, tapi diberi perpanjangan 21 Maret untuk itu,” tambahnya.
Setelah diberikan perpanjangan waktu, lanjut Mahfud, pengguna anggaran melaporkan terdapat 1.100 tower atau menara yang terealisasi dari target 4.200 menara.
Lalu, dilakukan pemeriksaan oleh satelit dan hasilnya terdapat 958 menara. Namun, dari 958 menara itu tidak diketahui apakah bisa digunakan atau tidak.
“Dari 958 tower itu tidak diketahui apakah itu benar bisa digunakan atau tidak karena sudah diambil delapan sampel dan itu semuanya tidak ada yang berfungsi sesuai dengan spesifikasi, tetapi diasumsikan dulu bahwa itu benar dan itu nilainya hanya sekitar Rp2,1 triliun. Sehingga, masih ada penyalahgunaan dana atau ketidakjelasan dana yang tidak dipertanggungjawabkan,” ujar Mahfud MD.
Kejagung telah menetapkan enam orang tersangka dalam perkara tersebut, yakni Anang Achmad Latif (AAL) selaku Direktur Utama BAKTI Kemenkominfo, Galubang Menak (GMS) selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Yohan Suryanto (YS) selaku tenaga ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020, Mukti Ali (MA) tersangka dari pihak PT Huwaei Technology Investment, Irwan Hermansyah (IH) selaku Komisaris PT Solitchmedia Synergy, serta Johnny G. Plate.
Penyebab Johnny G Plate ditetapkan tersangka karena pengakuan anak buahnya. Menurut Kuntadi, selaku Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan mengatakan, bahwa Johnny G Palte dijerat karena berstatus sebagai pengguan anggaran proyek tersebut.
Johnny G Plate diduga sempat meminta dana sebesar Rp 500 juta per bulan kepada anak buahnya, Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Achmad Latim dalam kasus korupsi BTS BAKTI.
dari berbagai sumber