Merangin, 22 Oktober 2020. Anggota DPD RI yang sekaligus anggota MPR RI, M. Syukur, SH.,MH. melakukan seminar empat pilar sebagai bagian dari tugas konstitusional anggota MPR.
dihadapan para peserta seminar. M. Syukur menjelaskan terkait peran dan fungsi pancasila sebagai pemersatu bangsa. menurut beliau Negara Indonesia adalah salah satu negara multikultur terbesar di dunia, hal ini dapat terlihat dari kondisi sosiokultural maupun geografis Indonesia yang begitu kompleks, beragam, dan luas. “Indonesia terdiri atas sejumlah besar kelompok etnis, budaya, agama, dan lain-lain yang masingmasing plural (jamak) dan sekaligus juga heterogen “aneka ragam” (Kusumohamidjojo, 2000:45)”. Sebagai negara yang plural dan heterogen, Indonesia memiliki potensi kekayaan multi etnis, multi kultur, dan multi agama yang kesemuanya merupakan potensi untuk membangun negara multikultur yang besar “multikultural nationstate”. Keragaman masyarakat multikultural sebagai kekayaan bangsa di sisi lain sangat rawan memicu konflik dan perpecahan.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nasikun (2007: 33) bahwa kemajemukan masyarakat Indonesia paling tidak dapat dilihat dari dua cirinya yang unik, pertama secara horizontal, ia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku bangsa, agama, adat, serta perbedaan kedaerahan, dan kedua secara vertikal ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. Pluralitas dan heterogenitas yang tercermin pada masyarakat Indonesia diikat dalam prinsip persatuan dan kesatuan bangsa yang kita kenal dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”, yang mengandung makna meskipun Indonesia berbhinneka, tetapi terintegrasi dalam kesatuan. Hal ini merupakan sebuah keunikan tersendiri bagi bangsa Indonesia yang bersatu dalam suatu kekuatan dan kerukunan beragama, berbangsa dan bernegara yang harus diinsafi secara sadar. Namun, kemajemukan terkadang membawa berbagai persoalan dan potensi konflik yang berujung pada perpecahan. Hal ini menggambarkan bahwa pada dasarnya, tidak mudah mempersatukan suatu keragaman tanpa didukung oleh kesadaran masyarakat multikultural
Negara yang memiliki keunikan multientis dan multimental seperti Indonesia dihadapkan pada dilematisme tersendiri, di satu sisi membawa Indonesia menjadi bangsa yang besar sebagai multicultural nation-state, tetapi di sisi lain merupakan suatu ancaman. Maka bukan hal yang berlebihan bila ada ungkapan bahwa kondisi multikultural diibaratkanseperti bara dalam sekam yang mudah tersulut dan memanas sewaktuwaktu. Kondisi ini merupakan suatu kewajaran sejauh perbedaan disadari dan dihayati keberadaannya sebagai sesuatu yang harus disikapi dengan toleransi. Namun, ketika perbedaan tersebut mengemuka dan menjadi sebuah ancaman untuk kerukunan hidup, hal ini dapat menjadi masalah yang harus diselesaikan dengan sikap yang penuh toleransi. Menyoal tentang rawan terjadi konflik pada masyarakat multikultur seperti Indonesia, memiliki potensi yang besar terjadinya konflik antarkelompok, etnis, agama, dan suku bangsa. Salah satu indikasinya yaitu mulai tumbuh suburnya berbagai organisasi kemasyarakatan, profesi, agama, dan organisasi atau golongan yang berjuang dan bertindak atas nama kepentingan kelompok yang mengarah pada konflik SARA.
Founding Father bangsa menyadari bahwa keragaman yang dimiliki bangsa merupakan realitas yang harus dijaga eksistensinya dalam persatuan dan kesatuan bangsa. Keragaman merupakan suatu kewajaran sejauh disadari dan dihayati keberadaannya sebagai sesuatu yang harus disikapi dengan toleransi. Kemajemukan ini tumbuh dan berkembang ratusan tahun lamanya sebagai warisan dari nenek moyang bangsa Indonesia. Hefner (dalam Mahfud, 2009: 83) memaparkan bahwa:Pluralisme kultural di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, Malaysia, dan Singapura sangatlah mencolok, terdapat hanya beberapa wilayah lain di dunia yang memiliki pluralisme kultural seperti itu. Karena itulah dalam teori politik Barat dasawarsa 1930-an dan 1940-an, wilayah ini, khususnya Indonesia dipandang sebagai “lokus klasik” bagi konsep masyarakat majemuk/ plural (plural society) yang diperkenalkan ke dunia Barat oleh JS Furnivall.
Indonesia adalah suatu negara multikultural yang memiliki keragaman budaya, ras, suku, agama dan golongan yang kesemuanya merupakan kekayaan tak ternilai yang dimiliki bangsa Indonesia. Selo Soemardjan (Alfian, 1991: 173) mengemukakan bahwa pada waktu disiapkannya Republik Indonesia yang didasarkan atas Pancasila tampaknya para pemimpin kita menyadari realitas bahwa ditanah air kita ada aneka ragam kebudayaan yang masing-masing terwadahkan di dalam suatu suku.
Keberagaman budaya Indonesia dilengkapi oleh keragaman lain yang ada pada tatanan hidup masyarakat baik perbedaan ras, agama, bahasa, dan golongan politik yang terhimpun dalam suatu ideologi bersama yaitu Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Kansil dan C. Kansil (2006: 25) mengemukakan bahwa “persatuan dikembangkan atas dasar Bhinneka Tunggal Ika, dengan memajukan pergaulan demi kesatuan dan persatuan bangsa”. Sehingga Sasanti Bhineka Tunggal Ika bukan hanya suatu selogan tetapi merupakan pemersatu bangsa Indonesia. Keberagaman bangsa berlangsung selama berabad-abad lamanya, sehingga Indonesia tumbuh dalam suatu keragaman yang komplek. Mahfud (2009:10) berpandangan bahwa pada hakikatnya sejak awal para founding fathers bangsa Indonesia telah menyadari akan keragaman bahasa, budaya, agama, suku dan etnis kita. Singkatnya bangsa Indonesia adalah bangsa multikultural, maka bangsa Indonesia menganut semangat Bhinneka Tunggal Ika, hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan persatuan yang menjadi obsesi rakyat kebanyakan. Kunci yang sekaligus menjadi mediasi untuk mewujudkan citacita itu adalah toleransi.
pada akhir kegiatan M. Syukur menegaskan bahwa Keragaman dalam masyarakat majemuk merupakan sesuatu yang alami yang harus dipandang sebagai suatu fitrah. Hal tersebut dapat dianalogikan seperti halnya jari tangan manusia yang terdiri atas lima jari yang berbeda, akan tetapi kesemuanya memiliki fungsi dan maksud tersendiri, sehingga jika semuanya disatukan akan mampu mengerjakan tugas seberat apapun. Untuk menyadari hal tersebut, Bhinneka Tunggal Ika memiliki peran yang sangat penting. Pengembangan multikulturalisme mutlak harus dibentuk dan ditanamkan dalam suatu kehidupan masyarakat yang majemuk. Jika hal tersebut tidak ditanamkan dalam suatu masyarakat yang majemuk, agar kemajemukan tidak membawa pada perpecahan dan konflik. Indonesia sebagai bangsa yang multikultural harus mengembangkan wawasan multikultural tersebut dalam semua tatanan kehidupan yang bernafaskan nilainilaikebhinekaan. Membangun masyarakat multikultur Indonesia harus diawali dengan keyakinan bahwa dengan bersatu kita memiliki kekuatan yang lebih besar.