Jakarta, Selain strategi, kebijakan, dan aksi penanggulangan Covid-19, komunikasi publik Pemerintah yang menjadi panduan dan pedoman masyarakat untuk bergerak bersama menghentikan penyebaran Covid-19 juga menjadi sorotan banyak pihak. Sejak pertama kali ditemukannya kasus positif Covid-19 di Indonesia, berbagai persoalan komunikasi kerap terjadi.
Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan, dalam situasi pandemi seperti saat ini, komunikasi publik menjadi pedoman dan panduan bagi masyarakat sehingga semua informasi dan kebijakan yang disampaikan ke publik tidak boleh bias, multitafsir atau ditafsirkan berbeda-beda.
“Artinya, semua informasi, kebijakan, dan tindakan penanggulangan Covid-19 semuanya terukur dan tepat sehingga publik merasa tenang dan terlindungi. Hemat saya, komunikasi publik Pemerintah soal penanggulangan Covid-19 perlu terus diperbaiki,” ujar Fahira Idris, di Jakarta (8/5).
Menurut Fahira, komunikasi publik yang cepat dan tepat juga harus diawali oleh berbagai kebijakan penangulangan yang efektif, efisien, serta tidak saling menegasikan antarsatu kebijakan dengan kebijakan yang lain. Dalam penanggulangan Covid-19 ini, sambung Fahira, koordinasi antarinstansi baik yang ada di Pusat maupun daerah termasuk dengan stakeholder lain, bukan lagi harus terjalin erat tetapi juga harus sudah saling berkolaborasi. Sehingga saat ada sebuah kebijakan baru yang masih ada kaitannya dengan penanggulangan Covid-19, tidak terjadi perbedaan pendapat apalagi saling bantah antarinstansi terkait.
Selain itu, semua kebijakan dan informasi yang dikeluarkan harus dan wajib dikoordinasikan dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sebagai lembaga yang dibentuk untuk mengkoordinasikan kegiatan antarlembaga dalam upaya mencegah dan menanggulangi Covid-19.
Memang sejak awal ditemukannya kasus positif Covid-19 di Indonesia hingga saat ini masih terdapat beberapa informasi publik yang memantik persilangan pendapat di publik bahkan menjadi polemik. Misalnya saja soal perbedaan pulang kampung dan mudik serta terakhir kebijakan diizinkannya kembali seluruh moda transportasi beroperasi oleh Kementerian Perhubungan yang ternyata membuat bingung pemerintah daerah terutama yang sedang menerapkan PSBB. Penafsiran yang berbeda atas kebijakan ini juga semakin mencuat karena beroperasinya kembali seluruh moda transportasi diterbitkan disaat kebijakan larangan mudik sudah ditetapkan sebelumnya.
“Kalau kepala daerah saja ada yang bingung terhadap kebijakan ini (moda transportasi boleh beroperasi), bagaimana dengan publik. Saran saya, apapun kebijakan yang terkait langsung dengan penanggulangan Covid-19 terutama dari Kementerian, Gugus Tugas harus menjadi corong utamanya. Selain itu, sebelum sebuah kebijakan diinformasikan ke publik, harus ada prakondisi menyamakam persepsi antarinstansi terutama dengan pemerintah daerah, karena merekalah pelaksana dan penanggung jawab PSBB,” pungkas Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI ini. (*)