Maluku Utara- suararakyatnews.co- Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Maluku Utara. Kunker tersebut dilaksanakan dalam rangka tindak Lanjut atas Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) BPK RI Semester I tahun 2023 .
“Kami sangat bersyukur Anggota Komite IV dapat berkunjung ke Maluku Utara hari ini, dan selaku Anggota DPD dari Dapil Maluku Utara berharap pertemuan hari ini dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi Maluku Utara” kata Ikbal Djabid dalam sambutannya selaku koordinator tim Kunjungan kerja (6/11/2023).
Ketua Komite IV DPD RI KH. Amang Syafrudin, Lc menyampaikan terima kasih dan mengapresiasi BPK Maluku Utara yang telah berkenan menerima Komite IV untuk bersama-sama berdiskusi dengan BPK terkait permasalahan-permasalahan di Maluku Utara yang banyak menjadi Temuan BPK.
“Kami sangat concern akan hasil Pemeriksaan atas LKPD tahun 2022 karena apabila dibandingkan dengan tahun 2021, berdasarkan tingkat pemerintahan, terjadi penurunan opini LKPD pada pemerintah provinsi (pemprov) dimana dari 34 Provinsi yang pada tahun sebelumnya 100% WTP, kini turun menjadi 94% karena ada 2 provinsi yang mendapat opini WDP, dan salah satunya adalah Provinsi Maluku Utara” sambung Novita Anakotta, Senator asal Maluku yang merupakan Wakil Ketua Komite IV.
“Betul sekali yang disampaikan oleh Bapak/Ibu Anggota Komite IV bahwasannya banyak sekali permasalahan di Maluku Utara, terima kasih sudah berkenan hadir disini sehingga kita bisa berdiskusi bagaimana agar Maluku Utara ini menjadi lebih baik”, kata Kepala BPK Perwakilan Maluku Utara, Marius Sirumapea S.E., M.Si., Ak. dalam sambutannya.
“Terjadi peningkatan temuan di Maluku Utara yang disebabkan ketidakpatuhan yang cukup tinggi atas ketentuan yang berlaku yang disebabkan karena kurangnya integritas dan kejujuran dari pegawai di lingkungan wilayah Provinsi Maluku Utara. Hal ini terlihat dari cukup masifnya temuan terkait perjalanan dinas dan bukti pertanggungjawaban yang tidak lengkap dan sesuai. Provinsi Maluku Utara mendapat opini WDP pada LKPD 2022, padahal sebelumnya selama 5 kali berturut-turut selalu mendapat WTP”, kata Marius dalam paparannya.
“Penurunan opini di Malut dikarenakan terdapat tiga permasalahan material yang menjadi pengecualian dalam opini pada LKPD Maluku Utara tahun 2022 yaitu: Pertama, Belanja Barang (berupa Belanja Perjalanan Dinas, Belanja Makan Minum Rapat, Belanja Lembur, Honorarium dan Belanja Barang yang Diserahkan kepada Masyarakat) sebesar Rp11,33 miliar dan Belanja Tidak Terduga sebesar Rp5,91 miliar tidak didukung dengan bukti pelaksanaan kegiatan dan pertanggungjawaban keuangan yang lengkap dan sah; Kedua, Mutasi tambah Aset Tetap senilai Rp224,91 miliar tidak dapat ditelusuri dan dijelaskan dokumen sumbernya secara rinci serta Belanja Barang dan Belanja Bunga sebesar Rp108,66 miliar belum dapat dikapitalisasi sebagai penambah saldo per jenis Aset Tetap; dan yang Ketiga, Saldo Kewajiban Jangka Pendek sebesar Rp715,08 miliar, diantaranya sebesar Rp131,54 miliar merupakan Utang Belanja dan Utang Jangka Pendek Lainnya yang tidak didukung dengan dokumen sumber pengakuan utang, antara lain bukti realisasi fisik dan keuangan serta dokumen perikatan yang sah.” ungkap Marius.
Banyak permasalahan mendasar dalam LKPD Provinsi Maluku Utara yang menjadi temuan BPK. “Kami berharap melalui DPD RI selaku perwakilan daerah, dapat membantu kami agar Pemda lebih sadar akan pentingnya menyampaikan LKPD yang benar, akurat dan akuntabel sehingga menjadikan Maluku Utara lebih baik, karena kami masih menemukan adanya proyek-proyek fiktif dimana ada proyek namun tidak ada anggarannya” tambah Marius.
“Kami juga ingin menyampaikan apa yang menjadi concern Bapak/Ibu Anggota DPD yaitu terkait kondisi Kabupaten Taliabu yang masih mendapat opini WDP seperti tahun lalu. Kami menemukan adanya ketekoran kas di tahun 2019 sekitar Rp57M, atas hal tersebut kami sudah minta agar segera diselesaikan dan ditindaklanjuti, namun hingga 2022, baru terselesaikan sekitar Rp20 M, maka untuk Kab. Taliabu, BPK tidak akan memberikan opini WTP jika Pemda tidak menindaklanjuti apa yang menjadi rekomendasi BPK”, tanggapan Marius atas pertanyaan Komite IV terkait dengan opini WDP di Kab. Taliabu.
Dalam diskusi yang berlangsung sangat aktif dan dinamis di ruang rapat kepala BPK Maluku Utara, Ikbal Djabid menanyakan kepada BPK terkait dengan pemeriksaan BPK atas pendapatan pajak air permukaan di Provinsi Maluku Utara.
“Tambang banyak di Maluku Utara, namun bagaimana dengan pendapatan atas pajak air permukaan yang seharusnya masuk ke pemda?”. Senator asal Papua Barat M. Sanusi Rahaningmas, menyampaikan kekagetannya atas temuan-temuan di Maluku Utara.
“Saya kaget dengan kondisi di Maluku Utara, karena Ternate ini terkenal dengan orang yang berakhlak, tapi ternyata pengelolaan keuangan di Maluku Utara kurang berakhlak yang dicerminkan banyaknya temuan oleh BPK”ungkapnya.
“Apa yang dipaparkan BPK tadi sangat memprihatinkan, saya cukup mengetahui tentang Taliabu dan memang daerahnya cukup terisolir, dan saya berharap pada BPK agar tetap maju terus untuk menjalankan tugasnya apapun kendalanya, kami mendukung BPK dalam hal ini” tambah Sanusi.
Senada dengan Sanusi, Dr. Amirul Tamim Anggota Komite IV dari Dapil Sulawesi Tenggara memberikan apresiasi atas upaya dan kerja BPK dalam menyelamatkan uang negara melalui pemeriksaannya.
”Kita harus melakukan evaluasi, apakah UU BPK masih relevan atau tidak di dalam mendukung BPK khususnya BPK perwakilan dalam menjalankan tugas dan kewenangannya mengingat BPK merupakan Lembaga yang strategis dalam perannya melakukan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara, dan kasus di Malauku Utara atau temuan di Maluku Utara ini saya yakin banyak terjadi di daerah lain juga” kata mantan Walikota Bau Bau ini.
“Apakah Gubernur selaku perwakilan Pemerintah pusat di daerah sering mengadakan rapat dengan BPK, untuk meminta masukan dari BPK terkait dengan pengelolaan keuangan negara?’ lanjut Amirul.
Gubernur perlu sering rapat dengan BPK meminta masukan-masukan agar permasalahan pengelolaan keuangan daerah dapat teratasi dengan bantuan masukan BPK, dan penting juga koordinasi antara BPK dan BPKP terkait dengan pengawasan keuangan daerah “saran Amirul.
“Apa yang terjadi di Maluku Utara ini sama dengan yang terjadi di Sulawesi Tengah, temuan dan permasalahan yang disampaikan oleh BPK juga terjadi di Sulteng” ungkap Senator asal Sulawesi Tengah, Ahmad Syaifullah Malonda.
“Mungkin kita perlu viralkan semua temuan-temuan BPK di daerah, agar Pemda ke depan lebih baik lagi dalam pengelolaan keuangan” tambahnya.
“Informasi dari BPK ini harus ditindaklanjuti dan dicarikan solusi karena kami selaku wakil daerah sangat berkepentingan untuk membantu perbaikan-perbaikan daerah, kami juga sepakat untuk memperkuat BPK melalui perubahan UU BPK, BPK harus mendapat kewenangan lebih agar hasil temuan dapat ditindaklanjuti secara benar” Kata Ketua Komite IV.
“Bagaimana dengan permasalahan aset yang selalu menjadi temuan dalam setiap pemeriksaan, apakah permasalahannya di pengelolaannya atau di pelaporannya? Tanya Novita Anakotta. Maluku dan Maluku Utara memiliki kesamaan geografis, bagaimana kendala-kendala pemeriksaan yang dilakukan BPK selama ini, tambah Novita.
“Kami BPK RI Perwakilan Maluku Utara berharap DPD RI sebagai salah satu lembaga negara merupakan salah satu stakeholder/ pengguna laporan keuangan BPK, dapat bersinergi dan memberikan masukan dan kontrol kepada pemerintah daerah dalam upaya peningkatan kualitas tatakelola keuangan dan diharapkan DPD dapat memberikan masukan/ pertimbangan yang tepat kepada DPRD muapun DPR RI sehingga dapat memperbaiki pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara/ daerah/ Perusahaan pada entitas yang bersangkutan khususnya pemerintah daerah’ demikian harapan Marius di akhir kegiatan diskusi.
“Kami juga menyampaikan terima kasih atas masukan-masukan Anggota Komite IV, semoga pertemuan pada hari ini dengan Komite IV DPD RI dapat memberikan manfaat serta mendorong peningkatan kinerja BPK RI dalam melakukan tugas pemeriksaan, pungkas Marius menutup diskusi.*)