Jakarta,- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengkhawatirkan dampak dari covid-19, dan ekses resesi ekonomi global terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Karena itu Hidayat berharap, agar DPR dan Pemerintah menghadirkan lagi berbagai kebijakan untuk mengatasi masalah itu. Atau paling tidak mengurangi ekses-ekses negatifnya. Antara lain segera membahas dan mengundangkan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang dapat membantu masyarakat rentan. Salah satunya adalah RUU Bank Makanan untuk Kesejahteraan Sosial yang sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional DPR.
Penyataan itu disampaikan Hidayat saat memberikan sambutan dalam Seminar terkait Bank Makanan yang diselenggarakan oleh FoodCycle Indonesia di Jakarta, Jumat (15/7/2022). Selain Hidayat, seminar FoodCycle Indonesia, ini juga menghadirkan beberapa narasumber. Antara lain, pendiri FoodCycle Indonesia Astrid Paramita dan perwakilan dari dunia bisnis. Juga Craig Nemitz dari the Global Foodbanking Network (GFN) yang memaparkan bagaimana jaringan bank makanan bergerak di Negara – Negara lain.
HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid mengatakan, Indonesia harus bersiap terhadap segala kemungkinan dari dampak pandemi covid maupun resesi global tersebut. Apalagi, kondisi perekonomian Indonesia cukup terpukul dengan pandemi Covid-19 yang menghasilkan jumlah warga miskin yang semakin banyak. Kondisi ini diharapkan dapat terbantu dengan kehadiran RUU Bank Makanan untuk Kesejahteraan Sosial yang memang diinisiasi untuk membantu Negara melaksanakan kewajibannya peduli dan membantu fakir miskin.
Sebagai informasi, bank makanan merupakan organisasi yang dikelola oleh masyarakat yang mengumpulkan makanan layak konsumsi yang berlebih (surplus food) dari restauran, toko retail, hotel, dan industri makanan. Lalu menyalurkan kepada warga yang membutuhkan. Kegiatan ini menangani dua persoalan sekaligus, yakni kemubaziran pangan yang juga mengkhawatirkan di Indonesia dan membantu masyarakat rentan terhadap akses makanan.
“Sewajarnya kita mendukung kegiatan bank makanan ini. Termasuk dengan kegiatan edukasi kepada masyarakat untuk tidak mubadzir dan bijaksana mengelola makanan, kegiatan aksi sosial, hingga keberpihakan pemerintah atas kegiatan ini, termasuk dari sisi regulasi. Maka sudah seharusnya bila RUU Bank Makanan ini segera dibahas dan disetujui untuk diundangkan,” ujarnya.
Setidaknya, kata Hidayat, ada beberapa poin penting yang diatur dalam RUU Bank Makanan untuk Kesejahteraan Sosial yang diinisiasi oleh HNW sebagai anggota komisi VIII DPRRI yang juga membidangi masalah sosial. Pertama, untuk memberikan payung hukum legalitas dari kegiatan dan lembaga bank makanan. Karena dalam hal ini masih ada kekosongan hukum. Kedua sebagai upaya untuk mendorong restauran, café, hotel, toko retail untuk tidak membuang makanan layak konsumsi yang mereka miliki secara percuma. Makanan yang dimaksud adalah makanan berlebih yang masih layak untuk dikonsumsi.
“Salah satu cara yang dihadirkan adalah memberikan insentif atau reward kepada mereka apabila mendonasikan makanan berlebih tersebut melalui bank makanan yang kemudian akan didistribusikan kepada rakyat yang membutuhkan,” ujarnya.
Ketiga, dukungan berupa imunitas terbatas bagi para donor makanan dan relawan bank makanan. Imunitas dari gugatan perdata atau kriminalisasi pidana diberikan apabila ada ekses atas makanan yang didistribusikan ini dapat diberikan selama mereka telah sesuai standard operating procedure (SOP) yang ada. Keempat, menghadirkan dukungan pemerentah pusat maupun daerah terhadap organisasi bank makanan yang bermunculan di Indonesia. Seperti dengan pengakuan legalitas, penyediaan gudang makanan, transportasi distribusi makanan dan lain sebagainya.
Di mancanegara, seperti Malaysia dan AS, sudah ada regulasi soal Bank Makanan. Di Indonesia, RUU Bank Makanan untuk Kesejahteraan Sosial yang diinisiasi langsung oleh HNW selaku Anggota Komisi VIII DPR RI yang membidangi urusan sosial masih dalam tahap ditetapkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020 – 2024, dan sedang diperjuangkan untuk masuk ke dalam Prolegnas Prioritas. Diharapkan dengan suksesnya kegiatan Bank Makanan beserta regulasinya, akan mengkoreksi kemubadziran pangan di Indonesia. Apalagi, Indonesia pernah disebut sebagai negara peringkat kedua dalam kemubadziran pangan. Setiap tahunnya diperkirakan, terdapat 13 juta ton makanan yang dimubazirkan pada 2016. Padahal angka tersebut dapat memberikan makanan kepada 11% populasi Indonesia. Data terakhir, pada 2022, nilai makanan yang termubazirkan di Indonesia senilai Rp 300 triliun.
“Demi kesejahteraan dan keadilan sosial bagi semua Rakyat Indonesia yang memerlukan bantuan pangan, apalagi mereka yang terdampak covid-19 maupun resesi global, sudah seharusnya bila RUU Bank Makanan untuk Kesejahteraan Sosial ini segera disepakati dan diundangkan oleh DPR dan Pemerintah,” pungkas HNW.