Jakarta – Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia kian khawatir melihat dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam berbagai peristiwa, konflik horizontal mudah meletus. Begitu juga, konflik di level elitis juga secara langsung atau tak langsung menunjukkan ‘panorama’ begitu mudahnya terjadi gesekan. Pendek kata, nilai-nilai luhur kian terkikis. Dan itu sungguh merugikan kepentingan bangsa dan negara. Karena itu harus dicari kerangka solusi yang sehat.
“Itulah yang mendorong MPR – pada 27 Februari besok – memandang penting untuk menyelenggarakan seminar nasional. Tema yang diangkat adalah bagaimana sikap beragama yang harmonis dan konstruktif dapat menjadi kerangka untuk menghadapi ‘erosi’ kehidupan berbangsa dan bernegara”, ujar Panitia Pelaksana Seminar Nasional dari MPR ini.
Misi besar dari seminar itu – lanjutnya – MPR sengaja merancang Islam yang menyebarluaskan pesan agama yang toleran, moderat, inklusif tapi berkemajuan. Misi ini sungguh berguna bagi kepentingan kehidupan bangsa dan negara, yang kini kian dinamis kondisinya, tapi mengarah pada hal-hal yang kurang konstruktif. Karena itu, seminar nasional ini dirancang bukan hanya sebagai kegiatan dakwah verbal, tapi untuk membumikan nilai-nilai konstruktif itu.
Bagi Pemerintah Indonesia, spiritualitas keberagamaan menjadi hal penting untuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Di satu sisi, untuk misi membangun harmonitas di tengan negeri ini. Di sisi lain, menjalankan amanat suci dalam kaitan ikut menciptakan ketertiban dan perdamaian dunia sebagaimana yang dirancang para pendiri negeri ini. Tak dapat disangkal, kondisi saat ini, Indonesia sangat membutuhkan nilai-nilai konstruktif keberagamaan itu.
Kegiatan seminar tersebut pada dasarnya merupakan kegiatan lanjutan atas kunjungan pimpinan MPR RI ke Arab Saudi, 20 – 27 Desember 2019 lalu. Dalam kunjungan itu, pimpinan MPR juga bertemu dengan Sekretaris Jenderal World Muslim Leage (MWL), Dr. Muhammad ibn Abdulkarim Alissa di Kota Makkah.
“Dalam kunjungan itu dilakukan pertemuan khusus dengan Ketua Majlis Syura Arab Saudi dan Raja Salman ibn Abdul Aziz al-Sa`ud. Saat itu muncul inisiatif pembentukan forum Majlis Syura Sedunia dengan prioritas agenda yang perlu ditangani kedua negara (Arab Saudi dan Indonesia), antara lain persoalan kuota haji, meningkatkan kerjasama ekonomi bilateral dan perlinudngan terhadap tenaga kerja migran asal Tanah Air ini”, papar Panitia Pelaksana Seminar Nasional dari MPR. (*)
Reporter : Agus Wahid