Jakarta-suararakyatnews.co-Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mendesak agar jaksa International Criminal Court (ICC/Mahkamah Pidana Internasional) untuk benar-benar menegakkan keadilan universal dengan menggunakan kewenangan yang dimilikinya untuk fokus menangkap dan mengadili para pelaku kejahatan berupa penjajahan Israel dengan pemimpin mereka Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Menteri Pertahanan Israel Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant dan pejabat terkait lainnya, bukan malah mengkriminalisasi pemimpin warga Palestina (HAMAS) yang melanjutkan perjuangan untuk merdeka dari penjajahan Israel, mereka telah menjadi korban kejahatan kemanusiaan Israel bukan sejak 7 Oktober 2023 tapi bahkan sejak menjelang berdirinya negara penjajah Israel pada 14 Mei 1948.
Hal tersebut disampaikan oleh HNW sapaan akrabnya menanggapi dikeluarkannya surat perintah penangkapan yang diterbitkan oleh jaksa penuntut umum ICC. Surat penangkapan Jaksa ICC itu dikritisi para Pakar karena mengabaikan tuntutan dari Afrika Selatan dan negara-negara lainnya terkait Israel yang melakukan genosida terhadap Gaza yang sedang berproses di International Court of Justice (Mahkamah Internasional), karena dalam surat perintah penangkapan itu bahkan dimulai dengan ditujukan kepada Hamas dan tiga pemimpinnya, yang berjuang melawan penjajahan Israel, padahal tidak ada satu pun negara yang mengadukan Hamas dan tiga pimpinannya ke ICC.
“Bagaimana mungkin jaksa ICC mengabaikan prinsip keadilan hukum dengan menyamakan antara penjajah yang melakukan kejahatan terhadap rakyat yang dijajahnya dengan para pejuang kemerdekaan yang menggunakan hak perlawanan untuk meraih kemerdekaan? Walau pun tuntutan penangkapan terhadap PM Israel (Netanyahu) dan Menhannya (Gallant) perlu diapresiasi dan agar segera dilaksanakan, tapi tetap ada yang perlu dikoreksi yaitu tidak menyamakan pelaku dan korban penjajahan sebagaimana juga diatur dalam piagam PBB,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (21/5).
Oleh karena itu, HNW mendesak agar ICC dan negara-negara anggotanya untuk fokus kepada surat penangkapan yang ditujukan kepada Netanyahu dan Gallant, serta seluruh pemimpin Israel yang terlibat terhadap kejahatan yang dilakukan oleh Israel di Palestina, termasuk Jalur Gaza. “Karena tragedi ini, bukan baru dimulai pada 7 Oktober 2023, saat HAMAS kembali melanjutkan perlawanan terhadap penjajah Israel dan kemudian pemerintah Israel melanjutkan kebrutalan penjajahan bahkan genosidanya terhadap Gaza. Persoalan ini sudah terjadi jauh sebelum tanggal 7 Oktober 2023 tersebut, bahkan bermula dengan pendirian negara Israel pada 14 Mei 1948,” ujarnya.
HNW juga berharap agar pemerintah Indonesia, sesuai Konstitusi, dan sebagai pihak yang juga mendukung tuntutan Afrika Selatan ke ICJ dan kasus yang sedang ditangani ICC, agar mampu menggalang kekuatan negara-negara pendukung Palestina Merdeka dan tuntutan Afrika Selatan, terutama yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk melakukan terobosan hukum dengan hadirkan keadilan untuk perdamaian dengan fokus pada menghukum pelaku kejahatan penjajahan, dan melindungi korban penjajahan dari kriminalisasi dan ketidakadilan hukum. “Seluruh warga Palestina, termasuk pemimpin Hamas faktanya mereka adalah korban dari kejahatan penjajahan oleh Israel. Dan mereka berusaha melakukan perlawanan untuk meraih kemerdekaan yang menjadi hak dasar setiap bangsa, yang juga diakui oleh hukum internasional, ,” tuturnya.
“Maka demi keadilan, dan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat dunia ke ICC, seharusnya ICC mengkoreksi surat penangkapan Jaksa, dan juga memutuskan agar surat penangkapan dari Jaksa ICC itu tidak hanya ditujukan kepada Netanyahu dan Gallant, melainkan juga kepada seluruh pejabat Israel yang terlibat dalam kejahatan genosida, kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel kepada korban penjajahan di Palestina baik sesudah 7 Oktober 2023, maupun yang dilakukan Israel selama bertahun-tahun sebelumnya,” tambahnya.
Lebih lanjut, HNW membandingkan tuntutan surat perintah penangkapan ini dengan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin yang sebelumnya juga diterbitkan oleh jaksa ICC karena invasi Rusia ke Ukraina. “Dalam surat penangkapan tersebut, tidak ada surat penangkapan terhadap Presiden Ukraina, korban invasi Rusia. Lalu, kenapa terhadap pemimpin perlawanan rakyat Palestina di Jalur Gaza korban penjajahan Israel, diperlakukan berbeda?” tegasnya .
Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan Indonesia sebagai bangsa pejuang melawan penjajahan Belanda, bisa sangat memahami perjuangan yang dilakukan rakyat Palestina, baik melalui jalur diplomasi atau melalui jalur bersenjata. Analoginya adalah seperti kasus kejahatan yang dilakukan oleh militer Belanda Westerling di Rawagede yang akhirnya diputus oleh Pengadilan Den Haag sebagai bersalah dan membayar ganti rugi kepada korban warga Rawagede. “Di putusan pengadilan tersebut tidak ada menjatuhkan hukuman kepada para warga pejuang kemerdekaan yang ikut angkat senjata melawan penjajah Belanda, tetapi keputusan bersalah hanya kepada pasukan penjajah Belanda. Maka kalau surat penangkapan Jaksa ICC itu tidak segera dikoreksi, akan menjadi preseden buruk bagi nasib keadilan hukum dan perjuangan melawan penjajahan,” tukasnya.
Secara umum, HNW menuturkan bahwa hukum internasional sebagaimana diatur dalam Pasal 51 Piagam PBB membolehkan setiap orang maupun secara kolektif memiliki hak untuk membela diri atau right to self defence dari tanah yang dijajah atau dikuasai. “Jadi kalau argumentasi right to self defence itu digunakan, yang lebih layak menggunakannya adalah bangsa Palestina termasuk di Gaza yang dipimpin oleh Hamas, bukan oleh Israel. Karena Israel lah yang melakukan penjajahan terhadap Palestina termasuk Gaza,” jelasnya.
Menurutnya, Kebrutalan Israel terhadap Gaza/Palestina bukan hanya menuai penolakan mengglobal, bahkan beberapa negara memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel, juga perjuangan perlawanan Palestina di Gaza mendapatkan simpati dari masyarakat internasional, beberapa negara di Amerika selatan (seperti Trinidad dan Tobago) dan Eropa (seperti Spanyol) bahkan baru saja atau akan mengumumkan dukungan resmi terhadap Palestina sebagai negara merdeka. “Hal yang semestinya menjadi pertimbangan serius ICC dan para Jaksanya demi tegaknya keadilan hukum dan perdamaian dunia, dan kembali pulihnya kepercayaan masyarakat internasional kepada ICC,” pungkasnya.