JAKARTA – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengingatkan masih adanya gerakan radikalisme, terorisme serta intoleransi yang mengancam Pancasila dan keberadaan NKRI. Sejak Indonesia merdeka, ideologi Pancasila dan NKRI selalu mendapat rongrongan baik dari dalam maupun dari luar.
Seiring dengan dinamika perkembangan perpolitikan, Ilmu pengetahuan dan teknologi serta ekonomi global membawa pengaruh kepada situasi dalam negeri Indonesia. Ancaman nyata yang dihadapi saat ini antara lain adalah Terorisme, Radikalisme, Intoleran, serta Konflik Identitas (SARA).
Keempat hal tersebut dapat berujung kepada Disintegrasi Bangsa, oleh karena itu semua elemen anak bangsa harus benar-benar merawat, menjaga, dan berpegang teguh kepada 4 pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.
“Indonesia masih mendapat ancaman serius berupa gerakan radikalisme, terorisme dan intoleransi. Kita harus waspada terhadap kegiatan yang berupaya meruntuhkan Pancasila sebagai ideologi negara dan mengganggu keberadaan NKRI. TNI dan seluruh rakyat Indonesia harus bersatu padu menjadi benteng kedaulatan bangsa,” ujar Bamsoet usai bertemu Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Dudung Abdurachman, di Jakarta, Rabu (9/11/22).
Ketua DPR RI ke-20 ini mengingatkan bahwa Penyebaran paham radikalisme maupun terorisme yang terus berkembang itu melalui pendekatan personal yang menyasar keluarga, teman dan orang-orang dekat, melalui forum diskusi seperti kelompok-kelompok kajian, melalui media publikasi yaitu poster, selebaran maupun tabloid, serta melalui Internet yaitu melalui website, Facebook, Instagram, Twitter, Whatshapp, Telegram, Chanel Youtube, dan lainnya.
“Indonesia adalah rumah besar bagi semua anak bangsa yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda baik agama, suku, ras dan antar golongan, sehingga tidak boleh ada salah satu pihak yang mengklaim bahwa Indonesia harus menjadi milik golongan tertentu. Cara terbaik untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut, dibutuhkan suatu kesadaran untuk mewujudkan sikap dan tindak bela negara,” ujar Bamsoet.
Mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, merujuk pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 27 ayat (3) ditegaskan bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Amanat tersebut dipertegas lagi pada pasal 30 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.” Sedemikian pentingnya bela negara, sehingga tidak saja menjadi ‘hak’, melainkan juga ‘kewajiban’ bagi setiap warga negara.
“Rumusan dalam konstitusi itu setidaknya mengisyaratkan dua pesan penting. Pertama, bahwa upaya bela negara adalah tanggungjawab bersama segenap warga negara, tanpa terkecuali. Kedua, bahwa bela negara memiliki dua dimensi implementasi, yakni sebagai hak warga negara untuk berpartisipasi, dan sebagai kewajiban manakala kondisi mengharuskan partisipasi warga negara,” kata Bamsoet.
Wakil Ketua Umum FKPPI dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menuturkan, konsepsi bela negara dalam sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta, sebagaimana diamanatkan dalam Konstitusi, meniscayakan pentingnya kehadiran dua unsur pendukung dalam sistem pertahanan keamanan rakyat semesta. Pertama, ‘Komponen Cadangan’ untuk menopang TNI sebagai komponen utama dalam pelaksanaan tugas pertahanan dan keamanan. Kedua, kehadiran ‘Komponen Pendukung’ sebagai lapis ketiga yang menopang Komponen Utama dan Komponen Cadangan.
“Kehadiran Komponen Cadangan memiliki kedudukan strategis, karena selain berfungsi sebagai pelapis kekuatan pertahanan dan keamanan, juga dapat diberdayakan untuk berbagai tujuan positif lainnya. Misalnya distribusi bantuan sosial kemanusiaan dan aksi tanggap bencana. Karena itu, banyak negara menganggap penting kehadiran Komponen Cadangan ini,” kata Bamsoet.
Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia dan Ketua Umum Pengurus Besar Keluarga Olahraga Tarung Derajat ini mengingatkan, dibandingkan dengan negara lain, Komponen Cadangan yang dimiliki bangsa Indonesia masih belum optimal. Saat ini sumber daya Komponen Cadangan yang dimiliki Indonesia baru terdiri dari 3.100 orang matra darat, sekitar 500 orang matra laut, sekitar 500 orang matra udara.
“Sebagai perbandingan, Komponen Cadangan yang dimiliki negara Tiongkok adalah sekitar 800.000 orang. Sedangkan negara Amerika lebih dari 2,4 juta orang. Bahkan negara tetangga kita Singapura, dengan luas wilayah yang hanya setara luas Jakarta, dan jumlah penduduk sekitar 6 juta jiwa, komponen cadangannya hampir setara dengan jumlah penduduknya,” urai Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum SOKSI ini menegaskan, konsepsi bela negara tidak boleh dimaknai secara sempit, hanya sebatas upaya menjaga dan melindungi negara dari ancaman militer. Bela negara tidak sesederhana dimaknai sebagai kesiap-siagaan setiap warga negara untuk memanggul senjata manakala diperlukan. Bela negara juga tidak hanya dimaknai sebagai kesanggupan setiap warga negara menjadi sumberdaya komponen cadangan negara, sebagai penopang kekuatan militer.
“Upaya bela negara ke depan akan semakin dihadapkan pada tantangan-tantangan yang lebih kompleks, canggih dan rumit. Upaya bela negara tidak lagi hanya terfokus pada kekuatan fisik militer, karena ancaman terhadap kedaulatan negara hadir dalam beragam aspek. Baik ekonomi, sosial budaya, politik ideologi, dan beragam ancaman lainnya yang bersifat soft power,” pungkas Bamsoet. (*)