Jakarta-suararakyatnews.co – Pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar telah di deklarasikan tanggal 2 September. Berikut beberapa tanggapan mengenai peluang pasangan tersebut untuk meraih kemenangan khususnya mendapatkan suara NU di Jawa Timur. Kiai di Jombang menilai, Gus Imin pernah punya catatan buruk sebab ia merebut PKB dari tangan KH Abdurrahman Wahid atau Gusdur.
Hal tersebut disampaikan KH Musta’in Syafi’ie, Dosen Pascasarjana UHHASY Tebuireng, Jombang. Menurutnya, due AMIN atau Anies-Muhaimin biasa-biasa saja, ia menilai, Gus Imin bukan representasi Islam moderat.
“Rasanya kok biasa-baisa saja. Lagian kalau sosok beliau bukan representasi seorang religius. Kok tidak populer kalau disebut representasi Islam moderat. Beda dengan tokoh keilmuan Islam, misalnya Pak Said Aqil. Karena Mas Muhaimin bukan sosok keilmuan. Mas Muhaimin saya kira bukan representasi kalau dikesan-kesankan lewat ke-NU-annya itu. Kan orang NU tidak mutlak di PKB,” kata Kiai Musta’in keada wartawan, Selasa (5/9/23).
Kiai Musta’in saat ini menjadi Dewan Hakim pada Musabaqah Tilawatil Qur’an Nasional (MTQN) bidang Tahfiz Al Qur’an (MHQ) dan Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK).
Ia menilai, Gus Imin bukan anak saleh di bidang politik, karena merebut PKB dari Gus Dur secara tidak halal. Sehingga, akan berat bagi pasangan Anies-Gus Imin merebut suara warga nahdliyin di Jatim.
Kalau tentang Mas Muhaimin ketika di politik itu kan merebut PKB secara tidak halal ya. Dari sisi politik, Mas Muhaimin bukan anak saleh. Karena menyakiti orang tua, Gus Dur kan orang tuanya, pamannya,” ungkapnya.
“Itu dosa berani kepada orang tua, itu menurut agama rodok ngganjel (agak mengganjal) di tengah-tengah kita (para kiai yang saleh). Meskipun, kira-kira Pak Anies ingin menambal suaranya di Jawa Timur lewat NU. Kalau figurnya Mas Muhaimin saya kira kok berat juga,” tambah kiai Musta’in.
Sedangkan, Ketua PCNU Jombang, KH Fahmi Amrullah menilai duet Anies-Gus Imin sudah tepat. Karena, Gus Imin sudah sejak lama ingin maju di panggung Pilpres. Sedangkan Anies sudah ada partai yang mendeklarasikannya sebagai capres, yakni Partai Nasdem.
“Pandangan saya sudah klop. Karena Pak Muhaimin sudah sejak lama, tapi belum ada yang gandeng. Pak Anies sudah ada yang mendeklarasikan. Walapun mungkin banyak sekali hal-hal yang bertentangan dan dalam politik tak ada yang abadi, yang abadi kepentingan. Siapa pun yang bisa memberi suara, baik orang saleh, orang jahat, asalkan bisa memberikan suara, nah itulah politik” terang cucu KH Hasyim Asy’ari ini kepada wartawan.
Terkait bersatunya Anies sebagai sosk Islam konservatif dan Gus Imin dari Islam moderat, Kiai Fahmi menilai fenomen ini hanya terjadi di bidang politik.
“Hanya dalam politik yang dianggap konservatif dan moderat bisa bersatu. Kalau di bidang aqidah mungkin endak bisa. Pak Anies pribadi menurut saya orang baik ya. Perkara orang di sekelilingnya dulu berseberangan dengan NU, tapi sekarang bisa bersatu. Terus kita mau apa kalau sudah begitu ?,” ujarnya.
Namun, sebagai kiai yang masuk struktural NU, Kiai Fahmi mematuhi instruksi Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya yang menyatakan tidak ada capres atau cawapres yang mengatasnamakan NU.
“Artinya, secara struktural kami terikat organisasi. Namun, kiai-kiai kultural bisa jadi ada yang mendukung (Gus Imin), ada yang tidak. Saya pikir untuk urusan satu ini. NU tidak bisa disatukan. Mungkin urusan caleg bisa. Tapi urusan politik tentang presiden dan sebagainya dari dulu tidak bisa disatukan. Saya pikir itu biasa di lingkungan NU,” ungkapnya.
Kiai Fahmi berharap, Pemilu 2024 berjalan aman dan damai. Tidak ada lagi model kampanye saling menjelekkan satu sama lain. Sebab menurutnya, tidak ada sosok capres dan cawapres yang sempurna. Namun, setiap calon pasti memiliki kebaikan.
“Saya ingin pemilu berjalan aman, damai, tak ada saling caci maki dan terpilih wakil rakyat yang jujur dan amanah. Juga terpilih presiden dan wapres sesuai harapan kita semua. Kalau pun tak ada yang sempurna kami berharap yang terpilih bisa membawa Indonesia lebih baik,” tandasnya.
sumber detik.com